Friday, 23 April 2010

Aku dan Ibu

Sejak kemarin ibuku sakit. Keluhannya sesak napas dan nggak bisa tidur. Ibuku ini orang yang jarang sakit. Jadi kalau sakit, saya tidak terbiasa, nggak tau musti ngapain.

Aku dan ibu sama-sama mandiri, tidak saling ketergantungan satu sama lain. Ibuku asik-asik aja dengan kegiatannya: senam, pengajian, arisan dan sosialisasi lainnya. Ibu asyik saya lebih asyik lagi dong, ngantor, berlama-lama di kantor. Kongkow-kongkow dulu setelah pulang kantor. Kalau weekend dengan berbagai acara dari siang sampai malam. Travelling pun tanpa beban, tinggal urus cuti, mempersiapkan keuangan, mengumpulkan informasi, lalu packing dan brangkat. Nggak mikir lagi, ibuku lagi sehat nggak ya? lagi sedih nggak ya? akan kesepian nggak ya?

Kini ibuku lagi sakit :(. Kali ini aku bingung, mau nyantai apa musti panik ya? Tinggal aku satu-satunya anaknya Ibuku yang tinggal serumah. Tinggal aku satu-satunya anaknya Ibu yang tak musti urus suami dan anak-anak. Tapi aku ya aku...satu-satunya anak Ibu yang masih senang main sana, main sini. Masih senang berlama-lama di kantor, walaupun nggak semuanya kerja, banyak main gamenya juga. Yang kalau sampai di rumah sebelum jam 10 malam, merasa malu sama pagar rumah. Oh..terlalu....

Dalam kebingunganku aku musti ngapain, aku kurangi kegiatanku. Kubatalkan janji nonton sama teman-teman kemarin (jumat). Kutolak ajakan teman-teman berwindow shopping ke mall hari ini (sabtu). Kugotong laptop dan semua gadgets ke kamar Ibu. Aku kerja dan main game, Ibu tidur dengan nyaman. Sambil mikir besok Senin kalo hari kerja gimana ya? Sambil mikir lagi, kok saja jadi begitu khawatir ya kali ini?

Monday, 5 April 2010

AC Juga Manusia

Mudah-mudahan nggak dimarahin ya saya pakai judul ini. Tidak seperti iklan spare part sepeda motor yang memakai jingle plesetan lagu "Rockers Juga Manusia", menjadi "Motor Juga Manusia", kan dimarahin tuh sama pihak tertentu. Ya, mudah-mudahan judul tulisan ini tidak demikian. Maksudnya...himbauan kepada teman-teman untuk memperlakukan AC sebaik-baiknya, seperti kita memperlakukan sesama manusia....gitu looooohhh...

AC itu ya AC, air conditioner, atau alat pengatur suhu udara dalam ruangan. Tiba-tiba saja saya pengin ngomongin AC. Ceritanya saya baru pasang AC di kamar. Sekarang kamar saya pun sejuk, berasa jadi orang kaya yang hidup mewah deh. Hehe.

Mungkin terbersit kesan pembaca terhadap saya, si Yasmin ini kok kuno banget, hari gini baru pasang AC?! Yah begitulah...kemarin-kemarin saya memang hidup dalam kamar yang tidak ber-AC. Tapi perlu pembaca ketahui, kondisi kamar saya cukup kondusif kok, walaupun tanpa AC. Jendela di kamar saya cukup lebar dan mengarah ke pekarangan belakang. Namun kondusifnya itu hanya pada pagi dan malam hari. Kalau siang....ya puanassss.... Itulah yang membuat saya di siang hari pas weekend suka ngadem di kamar Ibu. Haha kesannya mbok-mbok en ya? hihi

Sebenarnya sudah lama saya mengalami dilema, pasang - enggak - pasang - enggak. Separuh hati mengatakan, sudahlah nggak usah, kan saya kebanyakan berada di kamar hanya pagi dan malam saja. Trus ada kalimat...hemat energi, kurangi risiko global warming, hidup lah yang ramah sama lingkungan....semacam itulah. Sementara separuh hati yang lain mengatakan, pasang dong, saya kan weekend nggak selalu pergi. Lalu biar kalau ada tetamu, bisa ngadem di kamar. Tamu-tamu itu ya teman, kakak-kakak, atau keponakan. Fasilitas lain di kamar saya cukup memadai, ada komputer, ada internetnya, ada TV yang ada TV cablenya...gitu deh. Jadi cukup nyaman untuk nongkrong, ya kecuali AC itu.

Sekarang sih sudah terpasang, berarti kesimpulan dilema itu: pasang! Meskipun baru pasang AC sekarang, tapi saya nggak katro-katro amat kok. Pertemanan saya dan AC cukup harmonis. Di kantor pakai AC, dingin pun nggak masalah. Di mobil juga. Trus kalau ada tugas keluar kota, ya nginepnya di hotel yang ber-AC tentunya.

Nah soal AC juga manusia.... Ini timbul karena saya suka geleng-geleng kepala kalau ada teman yang memperlakukan AC secara semena-mena. Saat sedang bersama di kamar hotel (aduuuh kesannya apa sih...maksudnya kalau tugas luar kota kan suka-suka sekamar berdua) dan sang teman merasa kedinginan, jalan keluar yang dilakukan adalah mematikan AC. Nanti kalau kepanasan, nyalain lagi, dingin lagi? matiin lagi. Gitu. Woiiiii, AC juga marah kalau dimati-nyalain melulu. Kan bisa diatur suhunya. Jadikan dia bersuhu berapa yang sesuai, begitu maksud saya. Parahnya kalau dilakukan pada saat saya lagi tidur. Dia kedinginan lalu mematikan AC dan tidur. Nah saya yang kelojotan terbangun karena kepanasan. Kalau dia hanya meninggikan suhu AC, tanpa mematikannya, saya (juga dia) nggak bakal kelojotan, kan? Trus gini nih, kalau di kantor, suhu ruangan diatur oleh AC sentral per divisi. Siapapun di divisi kami bisa mengatur suhu karena tombolnya terpampang di sudut. Mulai deh memperlakukan AC tidak manusiawi. Bayangin satu divisi terdiri dari 25 orang dengan selera suhu yang berbeda-beda. Jadi diganti-ganti terus seenak udelnya. Ada kator yang mematenkan suhu AC. Ah itu juga nggak manusiawi. Suhu udara di luar kantor yang kadang terik kadang hujan kan juga mempengaruhi suhu di dalam ruangan yang bisa diatur oleh AC itu. Tapi..... kalau angka 20 terlalu dingin, misalnya, naikin suhunya jangan langsung 28 ngapa? Satu atau dua step saja sudah menghangatkan ruangan kok. Percayalah....!

Thursday, 25 February 2010

Perempuan Macho

Tiba-tiba teman yang belom pernah ketemu bertanya ke saya...."Kamu perempuan macho atau bukan?" Jawabnya lama. Benar juga orang yang suka menjawab bahwa penilaian terhadap diri kita bukan kita yang menjawab ya?

Jawabannya harus dengan penjelasan panjang. Gini ya, label B pun saya dapatkan berdasarkan penilaian dari orang lain. Saya sih bertingkah laku, berpakaian, bersikap apa adanya aja. Kemudian tingkah, cara berpakaian dan sikap saya tau-tau sudah dikategorikan sebagi B. Ya sudah saya terima saja. Okelah saya B.

Nah, sebagai B, saya sepertinya nggak seperi B yang lain. "Waktu kecil saya lebih senang main mobil-mobilan daripada main boneka. Saya juga lebih sering main sepak bola daripada main masak-masakan. Setelah besar saya seperti laki-laki, dan selalu naksir sesama perempuan". Itu tuh yang sering jadi jawaban para B ketika ditanya, mengapa kamu jadi lesbian.

Kalau saya, nggak pernah menjawab seperti itu, pertama karena nggak pernah ditanya. Kedua, memang saya nggak begitu. Waktu kecil saya main apa? Saya nggak inget tuh, mungkin main boneka tapi nggak mau saya inget-inget. Yang jelas nggak main mobil-mobilan, karena nggak punya. Permainan laki-laki seperti sepak bola juga tidak saya lakukan. Apakah saya melakukan permainan perempuan waktu kecil. Iya sih... tersipu-sipu.... Nggak lah nggak usah malu, kuakui saja hal ini. Intinya saya lebih nyaman main sama perempuan daripada main sama anak laki. Kenapa begitu? ya nggak tau deh, buat saya penerimaan perempuan kepada saya lebih manusiawi. Sisanya, saya lebih senang main sendiri, baca buku, nulis-nulis atau gambar-gambar.

Pengalaman waktu kecil itu berlanjut sampai dewasa. Saya lebih senang main sama temen perempuan (beberapa dipacarin tentunya hihihi), main sendiri dan jarang main sama laki-laki. Seumur hidup saya, teman laki-laki saya dikit banget, bisa dihitung dengan jari. Teman laki-laki yang saya maksud di sini, teman yang bisa buat tempat cerita, bisa makan bareng, atau melakukan hobi-hobi lainnya. Itu aja sedikit, boro-boro yang lebih dekat lagi, nggak adaaaa.

Lho kok jadi ke arah teman laki-laki? tadi kan pertanyaannya saya ini perempuan macho atau bukan? Jawabannya? Yah begitulah, penjabaran yang panjang di atas ini. Simpulkan sendiri... hehehe

Wednesday, 24 February 2010

Malam 1 Suro

Hihi, serem ya judulnya? Nggak usah takut, saya hanya ikut2an kok. Menjudulkan artikel seperti ini, lebay aja, walaupun maksudnya untuk menandakan tanggal yang secara masehi adalah 17 Desember 2009 ini untuk saya ingat-ingat selalu.

Hari itu, tepatnya sehari sebelum angka berwarna merah di kalender untuk hari libur nasional Tahun Baru Hijriah, aku berkenalan dengan seseorang. Waktu itu siang hari menjelang jam makan siang, dia add aku di fb. Lalu ku-confirm. Pas makan siang, ada tanda di bb ku, dia kirim message, masuk di inbox fb, isinya perkenalan biasa. Terus berbalas-balasan, sampai kugeret dia ke ym. You know what? obrolan berlangsung terus sampai tanggal 1 suronya. Menemani dia packing karena mau berlibur. Dulu itu jamannya aku pake bb dan dia di smart phone lainnya, lewat ebuddy...

Sampai hari ini, tiap hari kami bertukar sapa. dari YM kemudian dia beli blackberry, kami pun ngoceh-ngoceh di bbm. Apa aja kami bicarakan. Cuma sekadar bilang "lagi makan soto padang nih, tapi kuahnya nggak panas" ....nah itu bisa kami bahas sampe panjaaaaangggg. Kok bisa ya? Kok bisa ya kami secocok itu. it's about blessing. Aku anggap anugerah dari Yang Maha Kuasa, kami dipertemukan.

Nggak cuma ngoceh-ngoceh tak berisi, kadang-kadang sangat berisi, ketika saya marah-marah nggak pada tempatnya, dia yang dengar. Ikut marah, ikut menyemangati, lalu meredakan. Ketika aku berbahagia over the top, dia ada juga di situ. Ikut senang, ikut menikmati. Ikut ngliat-liat youtube yang saya liat. Mudah-mudahan berimbang, saya pun ikut senang dan ikut sedih kalau dia merasakannya. Kok bisa ya? halah, nanya lagi? Ya gitu, saking nggak percayanya dapet anugerah sebesar ini. Alhamdulilah, aku bersyukur ya Allah, dipertemukan dengan dia. And make my life happier.... :) :)

Tuesday, 23 February 2010

Belasan Minggu...

Buset tanggal berapa ini?
Lama sekali Yas nggak nyolek rumahku ini ya? Udah belasan minggu, kisah terakhir cuma kekaguman pada corps almamater. Padahal aneka kisah lalu lalang dalam hidup saya. Haha sok sibuk sih, sibuk beneran maupun sibuk menata hati.
Okelah kita mulai lagi catatan ulah si Yasmin ya...
apa? mau cerita apa? tu kan bengong lagi. Nantilah, kapan-kapan. hahaha...

Monday, 7 December 2009

Journey for A Better Life

Tinggal di Singapura selama 6 hari sebenarnya merupakan sebuah perjalanan bagi saya untuk menempuh hidup yang lebih baik. Di sana ada Wina, teman baikku dari SMA yang di tengah perjalanan pertemanan kami itu kami pernah saling merasakan cinta, memadu kasih dan mengungkapkannya dalam bentuk kemesraan. Kini, urusan mesra-mesraan telah berlalu, kembali lagi menjadi teman baik saja.

Kehidupan Wina baik, seperti di buku cerita. Ibu rumah tangga dengan suami ke kantor dan 2 anak yang aktif bersekolah. Dia memasak, mencuci, beres2, antar jemput anak sekolah, menampung cerita anak perempuan yang cerewet, mengomeli dan diomeli anak laki2 remaja yang sedang jutek2nya. Hidup sehat jasmani, rohani, tanpa asap rokok, minuman alkohol dan tanpa kata kasar. Di sinilah pelajaran bagi saya untuk menjalani hidup yang lebih baik. Sejak beberapa waktu sebelum berangkat ke Singapura, saya berhenti merokok. Sebenarnya memang dari dulu saya sudah ingin berhenti, tapi tak kunjung kejadian. Rencana menginap di rumah tanpa rokok inilah yang membuat saya benar-benar stop.

Berada di dalam keluarga yang menjalin hubungan kekeluargaan secara harmonis, itu juga yang saya pelajari. Habis ini, saya akan berkeluarga..... waaah ahhh huh hah.... enggak lah, nggak semuluk itu, tapi paling enggak saya mau merapatkan hubungan saya dan keluarga yang sudah ada, misalnya saya mau lebih banyak ngobrol sama ibu saya, lebih sering nongkrong di rumah kakak-kakak saya dan main dan ketawa-ketawa dengan keponakan2 saya yang kocak2 itu.

Lalu karena tinggal di rumah Wina saya jadi punya keinginan untuk merapikan hidup saya. Rumah yang bersih, rutinitas yang tertata, bicara sopan dan banyak baca buku.... hehehe apa hubungannya ya? Ya itu tadi, hidup yang harmonis seperti di buku-buku.....
This is really a journey for a better life.

Wednesday, 18 November 2009

Aku dan Eka

Di suatu malam minggu yang garing, saya menghabiskannya bersama teman lama, sebut saja namanya Eka. Dia teman dari SMP, namun terpisah lama, dan ketemu lagi ketika kami sudah memasuki dunia kerja. Kala itu dialah teman pertama untuk berbagi cerita tentang orientasi seksual saya. Eka punya orientasi sama, kami sama-sama perempuan yang selalu jatuh cinta sama perempuan. Kuakui saja, Eka membuka jalan bagi saya untuk coming out, yang membuat saya akhirnya mengakui kecenderungan saya ini dan membiarkan perasaan-perasaan tertentu saya terhadap perempuan lain saya kembangkan di dalam jiwa.

Malam itu kami jalan-jalan tak tentu arah. Awalnya mau ikut jualan barang di sebuah bazar, tapi gagal karena stand sudah terisi penuh, mau nebeng stand lain pun tidak memungkinkan. Jadilah kami berdua-duaan cari makan. Lalu terdampar kami di sebuah warung dan makan dengan nikmat di sana. Namun, cuaca tidak mendukung, tau-tau angin bertiup kencang, gemuruh geluduk di langit terdengar nyaring, hawa dingin pun menyerang, diiringi warna langit yang gelap (nggak kliatan sih, kan udah malam hahaha), pokoknya gambaran mau hujan deras deh. Cepat-cepat kami selesaikan makan malam itu dan membayarnya ke abang yang jualan. lalu kami pindah ke tempat nongkrong yang lebih elite, La Codefin di Kemang.

Menurut pengamatan saya, di tempat ini banyak berkumpul kaum muda dari berbagai kelompok, tapi kelompok lesbian menempati posisi di spot-spot yang jumlahnya cukup banyak. Sok tau sih, tapi kayaknya insting saya benar.

Jadi sambil duduk di sebuah kafe, menikmati dessert (kan tadi udah makan di warung), kami mengamati anak-anak muda di kafe itu, atau di kafe sebelah, atau yang bergerombol di railing, dan lain-lain. Dikit-dikit saya colek si Eka, atau sebaliknya...."Ada butchy tuh," gitu kalimatnya. Label yang menyolok kan butch jadi memang itu yang bisa bikin kami saling mencolek...hahaha...

Lalu kami mengenang masa lalu kami, yaaa elah. Teringat waktu smp, kami cuma saling melirik dan mbatin...kayaknya orientasi dia sama dengan saya deh, gitu. Lalu kami terpisah lama. Saya berjuang sendirian, tanpa tahu benarkah orientasi saya ke situ, tanpa tahu mau berbuat apa ketika rasa ser2an pada perempuan datang. Waktu itu sedih-sedih sendiri kalau jealous, kalau tidak bisa mendapatkan cinta dari siapa-siapa....waaah bodohnya...

Waktu berjalan, dan kami bertemu lagi. Eka dalam keadaan sudah "matang" sementara saya, mulai aja belum. hahaha. Kalau tadinya saya sendirian merenungi jebakan orientasi seksual ini, kini kami berdua. Tapi ya cuma berdua. Saling cerita, saling curhat, saling menemani kalau perlu ngaco-ngaco sedikit ketika cinta tak datang untuk kami. Lama-lama, teman sepenanggungan berdatangan. Datangnya dari pasangan Eka yang sudah "matang sekali" huahahaha.... dan jadilah kami sebuah komunitas besar. Di sini seolah dunia milik kami sendiri, kami seolah membentuk keluarga baru dengan hubungan keeratan yang aneh. Dan saya mulai laku, hehehe, dapat pasangan, lalu putus, lalu dapet lagi, putus lagi...begitu seterusnya.

Sepertinya tidak ada yang abadi. Satu-satunya yang abadi ya hubungan saya dan Eka. Kadang kami bersama berdua, atau berempat dengan pasangan kami masing-masing, tapi seringnya sih bertiga, Eka dengan pasangannya dan saya jadi obat nyamuk. hehe. Tak jarang pula kami beramai-ramai dengan teman-teman SMP lain yang straight, yang sudah mengerti dan menerima Eka dan aku apa adanya. Eka dan segala tentengannya serta saya dan segala tentengan saya adalah sebuah paket. Kapan pun tak akan terpisahkan.

Malam kian larut, Eka ngedrop saya pulang, dan dia berlalu. Ucapan sebelum pisah, "Enak ya Yas, berdua lagi like the old days. Kapan-kapan lagi ya?" Hmmmm.... enak ternyata nggak musti sama pasangan ya, sama sahabat pun luarbiasa nikmatnya.